Mengenang Kebesaran TNI AU Lewat Pembom Ilyusin-28

Pesawat pembom Ilyushin Il-28 "Beagle" (photo : TNI AU)

Pesawat pembom Ilyusin-28 memang hanya lima tahun dioperasikan AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia) periode 1960-an sebelum dihibahkan ke ALRI (Angkatan Laut Republik Indonesia) akhir 1964.

Meskipun hanya sebentar dioperasikan dalam satuan Skadron XXI, namun kaya cerita yang belum terungkap. Mulai pengiriman calon awak pesawat, pelatihan di luar negeri dan kesiagaan saat bergabung dalam Operasi Djajawidjaja dalam merebut Irian Barat.

Mereka para penerbang Il-28 yang dikelompokkan ke dalam Tjakra-I dan II, dilatih di Cekoslovakia untuk mengawaki pesawat ini.

Dalam buku sejarah TNI AU, pesawat pembom Il-28 terbang pertama kali di Indonesia pada 4 Oktober 1959 dari pangkalan udara Kemayoran, Jakarta.

Penerbangan perdana ini menyusul pengiriman lewat laut 8 unit Il-28 sebulan sebelumnya. Kala itu di Kemayoran telah ada pesawat tempur jet MiG-15 dan MiG-17 yang tergabung dalam Skadron XI, yang sebelumnya dinamai Kesatuan Pancar Gas (KPG).

Mengingat jenis pembom ini bermesin pancar gas, maka tidak salah bila digabungkan jadi satu di bawah badge Skadron XI dan berpangkalan di Kemayoran juga.

Baru pada 1 Juni 1960 diresmikan berdirinya Skadron XXI berdasar Keputusan Menteri/Kepala Staf Angkatan Udara bernomor 432 tahun 1960 yang ditandatangani oleh Laksamana Udara Suryadi Suryadarma.

Dalam keputusannya terdapat dua penekanan yaitu pertama, tentang pemisahan dari induk sebelumnya Skadron XI dan kedua, penegasan berdirinya Skadron XXI yang berkedudukan di Kemayoran dan masuk Wing Operasional 3.

Dalam keputusan yang tertulis dalam ejaan lama ini juga masih menyebut istilah Pembom Pantjar Gas untuk pesawat pembom bermotor dua yang baru dimiliki AURI ini.

Pesawat pembom Ilyushin Il-28 "Beagle" versi latih (photo : TNI AU/Aviahistoria)

Sebagai komandan pertama ditunjuk Mayor Udara Cuk Surosohurip yang mantan pilot pembom B-26 Invader.

Tidak tanggung-tanggung, jumlah pesawat yang dikirim Soviet ke Indonesia mencapai 20 unit. Terdiri dari empat jenis latih Il-28U, dua unit berkemampuan reconnaissance Il-28R dan 14 jenis pembom seri Il-28.

Belakangan juga dikirim jenis Il-28T berkemampuan torpedo sebanyak dua unit saat Operasi Djajawidjaja sedang gawat-gawatnya. Sehingga total Il-28 yang pernah berada di Indonesia sebanyak 22 unit.

Padahal kala itu pilot yang berkualifikasi baru segelintir, di antaranya Sujitno Soekirno, S. Ch. Lantang, Soetopo serta Sujitno dan tentunya komandan skadronnya.

Sedangkan navigator merangkap bombardir adalah Saleh Basarah, Aried Rijadi, Dasio, Madihardjo, Soekojo, Yuamardi, dan Iskandar. Mereka umumnya telah berpengalaman sebagai awak pesawat B-25/26 dari Skadron Pengebom 1. Mereka dididik di Indonesia oleh instruktur Soviet.

Baru pada pertengahan 1960 setelah Skadron XXI diresmikan, siswa penerbang Tjakra 1 yang didik di Cekoslowakia tiba sebagai calon pilot pembom pesawat jet. Mereka adalah Soeparman Natawikarta, Efendi Siagian, Oloan Silalahi, Wakidjan, dan Soedarto.

Sementara navigator adalah Aris Mertodipo, Noorkusadi, Soeharno, Hadi Poernomo, dan Willy Kahuripan. Mereka adalah sebagian dari 46 siswa AURI yang diberangkatkan ke Ceko pada 1958.

Sebagian dijuruskan ke pesawat pemburu yang disebut Tjakra A-1, pembom disebut Tjakra 1-B dan navigator sebagai Tjakra 1-C.

Para kadet dari Indonesia ini awalnya dilatih di kota Stichovice pada Czechoslovak Military Flying College pimpinan Kapten Horky mantan pilot Perang Dunia II dibantu Kapten Blaha dan Kapten Dolezal. Untuk latihan fase advance mereka dididik di Hradec Kralove wilayah Bohemia dan Prerov di wilayah Moravia.

Sekembalinya di tanah air mereka harus melanjutkan pendidikan untuk mendapatkan brevet sebagai pilot sebelum masuk pendidikan transisi sesuai jurusan.

Bagi Tjakra 1-A mereka melanjutkan pendidikan di Skadron XI dengan pesawat MiG-15 UTI Midget sebelum terbang ke pesaway MiG-17 Fresco. Sedang Tjakra 1-B jurusan pembom jet masuk ke Skadron XXI untuk terbang di Il-28 sejenis yang digunakan di Ceko.

Baru di Indonesia para calon pilot mengenal adanya x-helmet untuk pilot. Sebelumnya selama pendidikan di Ceko, baik instruktur ataupun siswa, semua memakai tutup kepala yang dilengkapi throat mike layaknya pilot zaman PD II.

Skadron pesawat pembom Ilyushin Il-28 "Beagle" (photo : LIFE)

Perlengkapan perorangan juga dibagi mulai dari sepatu, gloves, night bag hingga coverall berwarna abu-abu.  Hanya pilot senior dan test pilot yang berhak memakai coverall jingga.

Pelatihan terbang yang berlaku di Ceko dan di Indonesia sama kecuali penerapan looging jam terbang. Saat di Ceko yang dimaksud jam terbang adalah waktu terbang antara saat tingal landas dan saat mendarat, sedang di Indonesia jam terbang dihitung mulai saat taxi out hingga taxi in dan lebih dikenal dengan istilah block on block off.

Perhitungan jam terbang dengan sistem block on block off ini masih digunakan TNI AU hingga kini. Sedangkan para siswa Tjakra 1 semenjak dididik sebagai pilot selalu menulis jam terbang di log-book dengan sistem take of landing.

Dengan demikian jam terbang yang didapat di Ceko rata-rata 200 jam terbang merupakan jam terbang yang telah cukup banyak bagi seorang siswa pilot.

Selama di Indonesia mereka diberi pangkat Sersan Mayor Kadet dan selanjutnya menjadi Letnan Moeda Oedara Kadet.

Setelah selesai transisi dan standarisasi di Indonesia, para calon pilot akhirnya dilantik sebagai Letnan Oedara II dan wing day pada 15 Juli 1961.

Dari 46 kadet Tjakra 1, masuk sebagai pilot pemburu jet sebanyak enam orang dari 17 siswa dan pembom jet lulus sembilan dari 15 siswa. Sisanya masuk ke skadron heli dan angkut. Beberapa mengulang untuk menjadi navigator atau teknisi.

Salah kalkulasi

Dari buku panduan Ilyushin-28 disebutkan bahwa pesawat dengan berat maksimum 21.200 kg dengan dua mesin jenis Klinov VK-1 turbojet ini mempunyai aksi radius 2.180 km.

Sebagai pilot muda mereka mempraktikkan kemampuan terbang ini guna menghadapi tugas yang akan dibebankan kepadanya pasca Trikora yang dikumandangkan Bung Karno di Yogyakarta.

Mereka mulai melatih diri untuk tugas operasi, meliputi latihan navigasi jarak jauh, bombing, terbang malam serta recce dengan foto. Dari latihan inilah diketahui bahwa performa Il-28 tidaklah sehebat yang tertulis di buku, terkait jarak jelajah.

Hal ini disebabkan pesawat diterbangkan di daerah tropis, padahal semua perhitungan rancang bangun dan uji coba dilakukan di negeri sub tropis.

Selain itu bila pesawat membawa beban penuh lepas landas (MTOW) seberat 21 ton maka diperlukan panjang landasan minimal 1.800 m.

Pesawat pembom Ilyushin Il-28 "Beagle" (photo : TNI AU/Aviahistoria)

Selain itu pesawat ini semuanya dikendalikan dengan mekanisme kontrol tanpa adanya servo, sehingga beban pilot sangatlah berat utamanya saat lepas landas dan mendarat.

Hanya pilot bernyali besar dan mempunyai feeling yang baiklah yang mampu menerbangkan pesawat ini. Saat itu para pilot Il-28 rata-rata berumur 24 tahun.

Selain itu dengan sistem pneumatik maka para teknisi sangatlah sulit menemukan kebocoran. Lain halnya pesawat yang dikendalikan dengan sistem hidrolik, setiap kebocoran akan terlihat dengan jelas.

Pesawat Il-28 diawaki oleh tiga orang terdiri dari pilot, navigator merangkap bombardier dan gunner yang ada di tail section.

Dengan senapan laras ganda kaliber 23 mm yang terletak di nose dan tail, Il-28 dirancang sebagai pesawat pembom taktis yang mandiri dalam arti kata mampu beroperasi tanpa lindungan pesawat tempur.

Kemampuan terbang tinggi (40.000 kaki) dengan kecepatan 900 km per jam serta wing loading sebesar 291 kg per meter dan thrust/weight ratio sebesar 1:3,2 menjadikan pesawat yang oleh NATO dijuluki Beagle ini hanya mampu disaingi oleh English Electric Canberra yang terbang perdana pada 21 April 1950.

Hingga akhir hayat pada 1990, pempom Ilyushin-28 telah diproduksi hampir 6.000 unit yang tersebar di 20 angkatan udara utamanya di belahan Timur.

Selain di Rusia, pesawat ini juga diproduksi di Cuba, Ceko dan China dengan merek dagang H-5 Harbin.  Tidak tanggung-tanggung China mengembangkan pesawat ini dalam 10 varian termasuk jenis Harbin H-5A yang dirancang mampu membawa bom nuklir.

Sedang untuk ekspor mereka memasarkan dengan nama Harbin BT-5 dan B-5 utamanya untuk Korea Utara.

Bagi pemuda Indonesia adanya pesawat Il-28 telah mempuyai arti sendiri, mengingat ini adalah pembom jet pertama di belahan Bumi Selatan. Dengan semangat menyala mereka berangkat ke Morotai untuk bergabung dengan Satgas Senopati.

Bersama MiG-17 dari Skadron 11, Satgas Senopati melaksanakan misi deception dalam rangka infiltrasi ke Irian Barat periode 1962. Dalam tugas ini sebuah Il-28 yang dipiloti LU II Wakidjan, LU II Hadi Poernomo/Navigator dan Gunner LMU I Jost Toisutta, jatuh di laut menjelang mendarat di Morotai.

Kejadian pada 14 Agustus 1962 pukul 03.00 pagi ini terjadi selepas Il-28 melakukan deception saat dua C-130 Hercules melaksanakan penerjunan di daerah Klamano, Sorong dengan hasil baik.

Kecelakaan juga menimpa Skadron 21 saat beroperasi dengan home base Patimura, Ambon.   Sebuah Il-28 jenis latih tail number M-848 mengalami bouncing dan hard landing yang berakibat total lost.

Untungnya semua awak termasuk pilot LU I Efendi Siagian selamat.

Selama tugas operasi Djajawidjaja, Il-28 yang semula dipangkalkan di Morotai dan Patimura untuk selanjutnya mulai Juni 1962 digeser ke Amahai untuk mendekati daerah operasi.

Di tempat inilah LU I Soeparman dengan Il-28 dan LU I Nursalim di MiG-17 menembak sebuah kapal asing di daerah yang telah dinyatakan sebagai restricted area. Tembakan dilakukan dari senapan laras ganda kaliber 23 mm baik yang ada di nose maupun tail gunner.

Bahkan menurut Soeparman, MiG pun ikut menembak. Meskipun sempat menjadi isu internasional karena pesawat militer menembak kapal sipil, belakangan diketahui bahwa kapal tersebut adalah kapal ikan milik Jepang.

Dalam peristiwa ini tidak ada korban jiwa meskipun kapal akhirnya harus ditarik ke pelabuhan terdekat karena lumpuh.

Medio 1962 masuk gelombang pilot eks Tjakra 2 sebanyak 12 orang, di antaranya Bambang Sugeng, Jumalib, dan Intan Napitupulu serta empat navigator yaitu Mardjuki, Wahono, Syamsudin, Â dan Sardjan. Nanti pada 3 Maret 1964 pesawat Il-28 disiagakan di Medan dalam rangka operasi Dwikora.

Dalam penugasan ini pesawat menjadi satu kelompok dengan Tu-16 dan MiG-21, jenis pesawat terbaru yang dimiliki AURI. Kekuatan ini masuk dalam Komando Siaga dengan Panglima Laksamana Madya Omar Dani.

Diserahkan ke ALRI

Pasca operasi Dwikora, sisa Il-28 sebanyak 10 unit diserahkan ke ALRI dikarenakan AURI telah dilengkapi dengan 22 unit pembom jarak jauh Tu-16B di Skadron 41 dan Tu-16KS di Skadron 42.

Semuanya berpangkalan di Madiun. Dengan surat Keputusan Menteri/Kepala Staf Angkatan Udara nomor: 110 tahun 1964 tertanggal 19 Desember 1964, Skadron 21 dilikuidasi. Keputusan ini diteken oleh Laksamana Madya Omad Dani.

Sejak itu berakhir pula kiprah Il-28 selama diterbangkan para pilot muda AURI, berakhir pula kejayaan Skadron 21 Pembom. Belakangan badge Skadron 21 digunakan oleh pesawat OV-10 Bronco periode 2005 sampai 2007.

Nantinya pada tahun 2012 badge ini akan dipakai oleh pesawat EMB-314 Super Tucano asal pabrikan Embraer dari Brasil sebagai pesawat COIN. Bergulir lagi kejayaan TNI AU dengan pesawat barunya untuk membela Tanah Air tercinta.

(MyLesat)



Baca Juga:


Post a Comment

Previous Post Next Post